Panas dinginnya motivasional

“Luar biasa. Inilah bapak yang luar biasa. Dari usahanya yang sangat
tekun, beliau telah membukukan omzet sekian M rupiah. Mari kita
bertepuk tangan untuk bapak R.”

Sayapun bertepuk tangan. Ikut terhanyut juga dengan suasana seminar
yang begitu meriah. Begitu berapi-api. Tepuk-tangan saya lakukan
keras-keras. Ingin selalu meyakinkan diri bahwa KALI INI tembok
penghalang akan saya runtuhkan untuk terakhir kalinya. Tak ada lagi
penundaan. Air mata ini cukup untuk mengingatkan rasa sayang saya
kepada ibu tercinta. Kepada keluarga. Juga terikut rasa ingin
membuktikan kepada teman-teman. Kepada orang lain. Ini lho…Adhi.
Seorang manusia yang mempunyai kualitas yang tidak bisa diremehkan.
Sekali-sekali rasa takut menyelusup dengan mencuri pandang ke orang
yang telah membawa saya ke seminar ini. Takut komitmennya. Takut akan
kesulitan uangnya. Takut kalau ternyata saya tidak kompeten dalam
menjalankan bisnis tersebut (MLM). Dan banyak rasa takut lainnya, yang
intinya adalah ada pada prinsip ‘bakar jembatan — berpikir kemudian
— setelah kepepet PASTI BISA’ (makanya minuman isotonik waktu itu
yang paling saya suka yang ada jargonnya : BISA).

Lalu, datanglah saat yang menegangkan. Penjualan produk untuk dijual
kembali. Saya yang nantinya bakal jadi sales produk-produk tersebut
ironisnya tidak suka dijual! Maksudnya tidak suka menerima perlakuan
calon senior-senior saya dalam menjual produknya kepada saya. Selalu
terjadi, jika saya sedang bawa duit 300 rb, habislah tandas 300 rb
tersebut jadi produk kosmetik yang tak pernah saya lamunkan sekalipun
untuk terus dipakai (supaya nanti bisa kenal produk, lalu bisa
menjualnya dengan baik). Jika saya bawa duit 1 jt, habis 1 jt tak
bersisa. Apalagi waktu itu status saya masih mahasiswa. Jadi sangat
tergantung dengan uang saku dan uang obyekan hasil dari menjadi
asisten lab di kampus.

Sampailah pada hari eksekusi saya. Di mobil berdua sama senior saya
(upline), saya belajar memakai make up dengan benar….!!! Duh
bulan…apa salah daku??? Soale targetnya bakal ibu-ibu arisan. Dan
dengan terpaksa kita harus menjelaskan sendiri kegunaannya apa saja,
cara pakainya gimana, sampai pada efek sampingnya dan tentu harganya.
Sampai di sana, sudah bisa ditebak. Karena kita berdua guanteng
buanget… maka kita dikerubutin ibu-ibu yang penasaran sama kita-kita
(bukan sama produk). Walau begitu, akhirnya ada juga yang beli,
meskipun jelasinnya asal goblek (soalnya kita prakteknya juga asal
poles, gak menjiwai…). Lumayan, omzetnya bisa sampai 3 juta sekali
tabok. Untung bersihnya 1 juta sekian. Lumayan, uang segitu bagi saya
untuk ukuran waktu itu. Tapi kalau dihitung bersih tetap saja tekor.
Saya sudah terlanjur beli banyak produk. Bahkan ada pula yang sudah
kadarluarsa.

Jurus selanjutnya…yaaa apalagi selain KABUR. Ngaciir, menghindar,
memohon, lupa, 1001 alasan, pokoke untuk menghindari seminar, rapat
penjualan, sampai nama saya bisa menghilang di benak senior saya. Lalu
setelah semua badai pasti berlalu, saya pun dengan bangga mencatat hal
itu adalah pengalaman berharga bagi saya. Dan saya kembali lagi baca
buku serial Rich Dad Poor Dad karangan Robert Kiyosaki, sambil
berpikir bisnis mlm apalagi yang lebih gampang….!

Buku motivasional sudah saya beli sampai selusin lebih. Seminar kurang
lebih, total jendral habis biaya 4 juta rupiah. Kaset motivasional
juga saya beli hampir selusin jumlahnya. Dan hampir tiap hari saya
sempatkan diri melakukan ritual BSB (Baca Sambil Berdiri)di gramedia,
rata-rata 6 jam (sehingga bukunya bisa habis kebaca tanpa perlu
dibeli). Begitu tegangnya untuk berubah. Untuk menjadi pribadi yang
memiliki sifat-sifat sukses. Sampai saya sering menerapkan ajaran,
“jika ingin menjadi sukses, bergayalah seperti orang sukses.” Maka
saya belajar bergaya seperti orang sukses. Membual supaya kelihatan
sukses. Meremehkan orang supaya dinilai orang sukses. Boros duit biar
kelihatan orang sukses. Pamer kepintaran supaya dianggap gaulnya
dengan orang-orang sukses. Dlsb. Hidup saya menjadi rumit karena harus
menjaga citra saya yang kelihatan sukses di mata orang lain. Rumit
yang menyenangkan juga.

Begitulah, salah satu pengalaman ‘naik’ saya. Pengalaman ‘turun’ ya
pas lagi lemes, gak bergairah. Atau pas lagi cinta ditolak…hehehehe!

Ternyata kalau dilihat pakai kacamata sekarang, naik-turunnya cuma
karena saya kebanyakan minder. Mau ditutupi pakai buku, kaset,
motivasional apapun yah tetep aja ngacir dari kenyataan. Membangun
butuh integritas. Kalau dibangun dari pasir, ya dapatnya istana pasir.

Salam.

Tinggalkan komentar